Pada tanggal 22 April nanti, sorotan publik akan tertuju kepada Mahkamah Konstitusi (MK) saat membacakan putusan sengketa pemilihan presiden dan wakil presiden (Pilpres) 2024. Pasalnya, wajah Indonesia sebagai negara hukum yang demokratis (democratische rechtsstaat) sedang berada pada persimpangan jalan. Jika MK tidak mengambil pilihan yang tepat, segala perbaikan yang telah diupayakan sejak reformasi 1998 berpeluang mengalami regresi drastis. Dengan berbagai gejala autokrasi legalisme yang tampak, pembiaran terhadapnya berpeluang merusak sendi-sendi negara hukum. Keadilan substantif akan sulit dicapai bila para hakim konstitusi masih terkungkung oleh orientasi keadilan prosedural formal. Kini, kenegarawanan para hakim konstitusi dibutuhkan demi menjaga martabat serta muruah kekuasaan kehakiman. MK menjadi satu-satunya harapan bagi rakyat untuk menyelamatkan demokrasi.