Polemik Miskonsepsi RUU P-KS: Saatnya Luruskan Sesat Pikir
Abstrak
Kekerasan seksual merupakan permasalahan yang telah lama membelenggu Indonesia. Melihat terus bertambahnya kasus kekerasan seksual yang terjadi, Indonesia sejatinya sedang berada dalam keadaan darurat kekerasan seksual. Berkaca dari realitas tersebut, timbul urgensi untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Namun, meski 7 tahun telah berlalu sejak penggagasannya, RUU PKS belum kunjung disahkan. Padahal, dukungan untuk mengesahkan RUU PKS telah banyak disuarakan oleh berbagai elemen masyarakat. Akan tetapi, terdapat pula penolakan dari beberapa lapisan masyarakat yang timbul akibat miskonsepsi mengenai tujuan ataupun isi yang terkandung dalam RUU PKS. Beberapa miskonsepsi yang kerap tumbuh dalam masyarakat terkait RUU PKS ialah: (1) RUU PKS dianggap lebih dominan melindungi perempuan sehingga terkesan diskriminatif; (2) Konsep persetujuan (consent) dalam RUU PKS dinilai mendorong terjadinya seks bebas; (3) RUU PKS dituding dapat memperbesar konflik rumah tangga; (4) RUU PKS dinilai tidak mengatur tentang penyimpangan seksual; (5) Terminologi “kekerasan” dalam RUU PKS dianggap kurang tepat dan seharusnya digantikan dengan kata “kejahatan”; dan (6) RUU PKS dianggap mendukung keberadaan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Pada hakikatnya, penolakan terhadap RUU PKS berakar dari miskonsepsi, ketidakpahaman, dan misinformasi terkait substansi yang terkandung dalam RUU PKS itu sendiri. Maka dari itu, kajian ini akan membahas dan meluruskan satu per satu miskonsepsi yang telah dipaparkan sebelumnya sebagai upaya menegaskan kembali urgensi disahkannya RUU PKS.
Kata Kunci: kekerasan seksual, Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual, RUU PKS, miskonsepsi
Abstract
Sexual violence is a problem that has shackled Indonesia for a long time. Seeing the increasing number of sexual violence cases, Indonesia is in a state of emergency regarding sexual violence. Based on said reality, there is an urgency to immediately enact the Elimination of Sexual Violence Bill (RUU PKS). However, even though 7 years have passed since its inception, RUU PKS has yet to be enacted. Nevertheless, support for RUU PKS has been voiced by various elements of society consistently. There have also been rejections by several groups in society which are caused by misconceptions regarding the objectives and contents of RUU PKS. Several misconceptions that often grow in society regarding RUU PKS are: (1) RUU PKS is considered to be more dominant in protecting women which makes it seem discriminatory; (2) The concept of consent in RUU PKS is considered to encourage free sex; (3) RUU PKS is accused of potentially increasing household conflict; (4) RUU PKS is considered not to regulate sexual deviation; (5) The term “violence” in RUU PKS is considered misused and should be replaced with the word “crime”; and (6) RUU PKS is considered to support the existence of lesbian, gay, bisexual, and transgender (LGBT). In essence, the rejection of RUU PKS is rooted in misconceptions, misunderstandings, and misinformation regarding the substance contained in RUU PKS itself. Therefore, this study will discuss and correct one by one the misconceptions that have been described previously to reaffirm the urgency of passing RUU PKS.
Keywords: sexual violence, Elimination of Sexual Violence Bill, RUU PKS, misconceptions