Menguji Keberpihakan Negara dalam Menjamin Hak Mendirikan Rumah Ibadah
Abstrak
Hak atas kebebasan beragama dan beribadah menurut agamanya merupakan salah satu hak yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Akan tetapi, hingga kini, masih terdapat peraturan dan perlakuan diskriminatif terhadap umat beragama, khususnya terkait rumah ibadah. Kondisi toleransi di Indonesia yang kian memburuk dicerminkan oleh berulangnya kasus intoleransi terhadap rumah ibadah di Indonesia. Hal tersebut tidak lepas dari berbagai faktor, terutama faktor keberpihakan negara dalam melindungi hak mendirikan rumah ibadah. Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 merupakan salah satu legislasi yang bermasalah. Mekanisme perizinan rumah ibadah yang kompleks pun menyulitkan pembangunan rumah beribadah bagi semua agama dan memberikan justifikasi bagi praktik-praktik intoleran. Instansi dengan mandat dari negara, seperti Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), pemerintah daerah, hingga Kepolisian Negara Republik Indonesia, pun tidak berperan aktif dalam melindungi hak mendirikan rumah ibadah. Tak jarang aparat negara justru berpihak pada pihak-pihak intoleran. Maka dari itu, kajian ini akan meninjau lebih dalam permasalahan yang telah dipaparkan di atas dan mendorong peraturan yang ada untuk ditinjau kembali dan direvisi agar menjadi peraturan yang ideal. Selain itu, kajian ini juga menegaskan bahwa keberpihakan negara adalah kunci untuk menjamin kebebasan mendirikan rumah ibadah dan mewujudkan toleransi.
Kata Kunci: intoleransi, pendirian rumah ibadah, perizinan rumah ibadah, FKUB
Abstract
The right to freedom of religion and to worship according to one’s religion is one of the rights guaranteed in the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. However, until now, there are still regulations and discriminatory treatment against religious people, particularly related to places of worship. The worsening condition of tolerance in Indonesia is reflected by the repeated cases of intolerance towards places of worship in Indonesia. This cannot be separated from various factors, especially the state’s partiality in protecting the right to build places of worship. The Joint Regulation of the Minister of Religion and the Minister of Home Affairs (PBM) Number 8 and 9 of 2006 is one of the problematic pieces of legislation. The complex licensing mechanism for places of worship also makes it difficult to build places of worship for all religions and justifies intolerant practices. Institutions with mandates from the state, such as Forum for Religious Harmony (FKUB), local governments, and the Indonesian National Police, do not play an active role in protecting the right to build places of worship. It is not uncommon for state apparatus to side with intolerant parties. Therefore, this study will examine more deeply the problems described above and encourage existing regulations to be reviewed and revised to become ideal regulations. In addition, this study also emphasizes that the state’s partiality is the key to guaranteeing the freedom to build places of worship and uphold tolerance.
Keywords: intolerance, the establishment of places of worship, licensing of places of worship, FKUB