Artikel Reflektif: Solidaritas untuk Papua
Abstrak
Sebagai negara yang plural, Indonesia seharusnya dapat mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh warga negaranya. Namun, diskriminasi dan kebencian masih hidup dan menghantui masyarakat Indonesia. Pada 16 Agustus 2019, sekelompok organisasi masyarakat dan gabungan aparat mendatangi dan mengepung asrama mahasiswa Papua di Surabaya atas tuduhan penodaan bendera Merah Putih. Tidak hanya mengepung, mereka pun menembakkan gas air mata, merusak pagar, melempari batu, dan meneriakkan perkataan bernada rasisme kepada mahasiswa Papua tersebut. Insiden ini menyulut gelombang aksi massa di Papua. Berangkat dari keadaan tersebut, artikel reflektif ini mengajak pembaca untuk merefleksikan kembali arti persaudaraan, memahami ketidakadilan yang kerap dialami masyarakat Papua, dan merapatkan barisan solidaritas untuk mendukung keadilan bagi masyarakat Papua.
Kata Kunci: masyarakat Papua, rasisme, peran negara, persatuan
Abstract
As a plural country, Indonesia should be able to uphold national unity by establishing social justice for all its citizens. However, discrimination and hatred are still alive and haunting Indonesian society. On August 16, 2019, a group of community organizations and a combination of security forces surrounded the Papuan student dormitory in Surabaya on charges of vandalizing the flag of Indonesia. They not only surrounded them, but they also fired tear gas, damaged fences, threw stones, and shouted racist words at the Papuan students. This incident sparked a wave of mass rallies in Papua. Consequently, this reflective article invites readers to reflect on the meaning of unity, understand the injustices that are experienced by the people of Papua, and form solidarity to support justice for the people of Papua.
Keywords: Papua, racism, the role of the state, unity