Pernyataan Sikap Aliansi BEM se-UI Menuntut Presiden Jokowi untuk Menunda Pengesahan RKUHP yang Bermasalah

Abstrak

Pembaruan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sejatinya telah menjadi rencana Pemerintah sejak lama. Akan tetapi, rencana tersebut tidak disertai dengan upaya Pemerintah untuk menghadirkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang berkualitas. Hal ini tecermin dalam draf RKUHP per 9 November 2022 yang masih memuat pasal-pasal bermasalah, di antaranya Pasal 256 RKUHP tentang Penyelenggaraan Pawai, Unjuk Rasa, atau Demonstrasi, Pasal 218 hingga Pasal 220 RKUHP tentang Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan/atau Wakil Presiden, serta Pasal 349 dan Pasal 350 RKUHP tentang Penghinaan terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara. Pasal-pasal tersebut bertolak belakang dengan jaminan perlindungan hak kebebasan berpendapat dan berekspresi yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta berbagai instrumen hak asasi manusia internasional lainnya. Alih-alih memperbaiki muatan bermasalah dalam RKUHP dan mengakomodasi masukan yang telah disampaikan secara terus-menerus oleh masyarakat, Pemerintah hanya berfokus melakukan perubahan redaksional tanpa perubahan substansial yang signifikan. Maka dari itu, melalui pernyataan sikap ini, Aliansi BEM se-UI mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera menunda pengesahan RKUHP hingga RKUHP tidak lagi bermasalah serta menuntut Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk mengakomodasi masukan dari masyarakat sipil terhadap pasal-pasal bermasalah dalam RKUHP.

Kata Kunci: KUHP, RKUHP, hukum pidana, pasal bermasalah, kebebasan berpendapat dan berekspresi

Abstract

Renewal of Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) has actually been the Government’s plan for a long time. However, said plan is not accompanied by the Government’s efforts to present a quality Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). This is reflected in the RKUHP draft as of 9 November 2022 which still contains problematic articles, including Article 256 of RKUHP on Organizing Marches, Rally, or Demonstrations, Articles 218 to Article 220 of RKUHP on Assaults on the Honor or Dignity of the President and/or Vice President, as well as Articles 349 and Article 350 of RKUHP on Contempt of Public Power and State Institutions. These articles contradict the protection of the right to freedom of opinion and expression contained in Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 and various other international human rights instruments. Instead of fixing the problematic content in RKUHP and accommodating input that has been continuously submitted by the public, the Government has only focused on making editorial changes without significant substantial changes. Therefore, through this statement, Aliansi BEM se-UI urged President Joko Widodo to immediately postpone the enactment of RKUHP until RKUHP is no longer problematic and demands the Government and Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia to accommodate input from the public on problematic articles in RKUHP.

Keywords: KUHP, RKUHP, criminal law, problematic articles, the right to freedom of opinion and expression

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *