Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana: Membangkitkan Kolonialisasi, Membunuh Demokrasi

Abstrak

Dasar hukum pidana Indonesia ialah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang diadopsi dari peraturan hukum pidana warisan hukum Belanda bernama Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie (WvS). Oleh karena itu, pasal-pasal di dalam KUHP masih diwarnai oleh watak kolonial yang sejatinya tidak lagi relevan. Berangkat dari hal tersebut, pemerintah menyusun Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) untuk membenahi sistem hukum pidana di Indonesia dan menjadi jawaban atas permasalahan yang selama ini dihadapi. Penyusunan RKUHP memiliki misi untuk mewujudkan dekolonialisasi, demokratisasi, konsolidasi, harmonisasi, serta adaptasi hukum pidana. Namun, misi tersebut, khususnya misi dekolonialisasi, belum sepenuhnya terwujud dalam RKUHP. Hal ini dapat dilihat dari keberadaan pasal-pasal bermasalah dalam draf RKUHP versi September 2019, di mana pasal-pasal tersebut berpotensi menyebabkan pelanggaran hak masyarakat sipil, mengekang kebebasan berpendapat, mengancam iklim demokrasi di Indonesia, serta mengakibatkan kriminalisasi yang berlebihan. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah dan DPR RI sudah sepatutnya meninjau kembali substansi bermasalah dalam RKUHP sebagai bentuk transparansi dan perwujudan partisipasi publik yang bermakna.

Kata Kunci: KUHP, RKUHP, hukum pidana, pasal bermasalah, over-kriminalisasi

Abstract

The basis of Indonesian criminal law is the Criminal Code (KUHP) that is adopted from the Dutch criminal law regulation, Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie (WvS). Therefore, some articles in the KUHP are no longer relevant in this day and age. In consequence, the government compiled a Draft Criminal Code (RKUHP) to fix the criminal law system in Indonesia and become an answer to the problems that have arised so far. The drafting of the RKUHP has a mission to achieve decolonialization, democratization, consolidation, harmonization, and adaptation of criminal law. However, those missions, especially the decolonization mission, have not been fully fulfilled in the RKUHP. This can be seen from the existence of problematic articles in the September 2019 version of the RKUHP draft, where these articles have the potential to cause violations of civil rights, curb freedom of expression, threaten the democratic climate in Indonesia, and result in excessive criminalization. To overcome this, the government and the DPR RI should review the problematic substance in the RKUHP as a form of transparency and meaningful public participation.

Keywords: criminal code, RKUHP, criminal law, problematic articles, overcriminalization

Similar Posts